Oleh Dr. Eng. Tika Erna Putri, S.Si., M.Sc.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi disegala aspek membuat kebutuhan akan energi semakin besar. Kebutuhan energi yang semakin besar ini tidak diimbangi dengan kuantitas ketersediaan sumber energi fosil yang terus mengalami penurunan. Sebagai upaya untuk menghadapi krisis sumber energi fosil, dunia sedang berbenah untuk beralih ke era society 5.0, dimana kemandirian energi menjadi tokoh utama.
Kemandirian energi adalah proses transisi penggunaan sumber energi fosil ke sumber energi yang bersih, ramah lingkungan, dan everlasting. Keberadaan sumber energi yang bersih, ramah lingkungan dan everlasting, atau yang biasanya disebut sebagai energi terbarukan ini masih jarang di-explore sebagai sumber energi yang diperhitungkan. Di Indonesia sendiri, dengan letak astronomisnya yang berada di garis khatulistiwa, memiliki potensi sumber energi terbarukan yang terbilang banyak jumlahnya dibandingkan dengan beberapa negara lain di dunia. Salah satu sumber energi terbarukan yang dimiliki Indonesia adalah energi matahari yang diperoleh hampir sepanjang tahun. Menurut data dari East Ventures, dengan posisi Indonesia yang berada di garis equator, Indonesia memiliki potensial energi mencapai 4,8-5,1 KWh/m2/hari atau 112.000 GWp/hari [1]. Selain itu, penggunaan energi matahari sebagai energi terbarukan menunjukan tingkat kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber energi terbarukan yang lain. Hal ini dikarenakan rendahnya biaya produksi, keterjangkauan dan kemudahan produksi dari energi matahari. Selain itu, ketidakterikatan pada suatu lokasi tertentu membuat energi matahari menjadi salah satu primadona diantara sumber energi terbarukan lainnya.